A.
Pengertian Eklampsia
Beberapa pengertian eklampsi adalah:
a) Istilah eklampsi berasal dari bahas yunani
berarti halilintar, karena seolah–olah gejala eklampsi timbul dengan tiba-tiba
tanpa didahului oleh tanda–tanda lain. Eklampsi umumnya timbul pada pada wanita
hamil atau dalam nifas dengan tanda–tanda pre-eklampsi, timbul serangan kejang
yang diikuti oleh komA.
b) Eklampsi
adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau nifas yang
ditandai dengan timbulnya kejang atau koma, kejang timbul bukan akibat kelainan
neurologic (PBPOGI, 1991).
c) Eklampsi adalah kelainan akut pada wanita
hamil, dalam masa persalinan atau nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang
atau demam (dr. Handaya, dkk).
B.
Epidimiologi
Frekuensi eklampsi bervariasi. Frekuensi rendah pada umumnya
merupakan petunjuk tentangadanya pengawasan antenatal yang baik dan
penanganan preeklampsi yang sempurna. Di negara yang sedang berkembang,
frekuensi dilaporkan berkisar antara 0,3 -0,7%. Sedangkan di negara maju angka
nya lebih kecil, yaitu 0,05–0,1%.
C.
Tanda-tanda dan gejala
Pada umumnya
kejang di dahului oleh makin memburuknya preeklampsi dan terjadinya
gejala–gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan, mual yang
hebat, nyeri di epigastrium dan hiper-refleksi. Bila keadaan ini tidak segera
diobati akan timbul kejang. Terutama pada persalinan, bahaya ini besar.
Konvulsi eklampsi dibagi dalam 4 tingkat
a) Tingkat Awal (Aura) .
Keadaaan ini
berlangsung kira–kira 30 detik, mata penderita terbuka tanpa melihat, kelopak mata bergetar. Demikian pula
tangannya dan kepala berputar ke kiriataukekanan.
b) Tingkat kejang tonik.
Berlangsung
15-30 detik atau kurang dari 30 detik, dalam tingkat ini semua otot menjadi
kaku, wajahnya keliatan kaku ( distorsi ), bola mata menonjol, tangan
menggenggam, kaki membengkok ke dalam, pernapasan berhenti,muka menjadi
sianotik, lidah dapat tergigit.
c) Tingkat Kejang Klonik.
Berlangsung
antara 1-2 menit, semua otot berkontraksi dan berulang-ulang dalam tempo yang
cepat, terbukanya rahang secara tiba-tiba dan tertutup kembali dengan kuat
disertai pula dengan terbuka dan tertutupnya kelopak mata. Kemudian disusul
dengan kontraksi intermitten pada otot-oto muka dan otot seluruh tubuh. Begitu kuat kontraksi otot-otot tubuh ini,
sehingga seringkali penderita terlempar dari tempat tidur. Seringpula lidah
tergigit, dan mulut keluar liur yang berbusa kadan disertai bercak-bercak
darah, wajah tampak membengkak karena kongesti dan sianosis, pada konjungtiva
mata dijumpai bintik-bintik pendarahan, klien menjadi tidak sadar
d) Tingkat Koma.
Lama
kesadaran tidak selalu sama, secar perlahan-lahan pendrita mulai sadar lagi,
akan tetapi dapat terjadi pula bahwa sebelum itu timbul serangan baru dan
berulang sehingga ia tetap dalam koma. Selama serangan tekanan darah meninggi,
nadi cepat dan suhu meningkat sampai 40 derajat celcius, mungkin karena
gangguan serebral. Penderita mengalami inkontinensia disertai dengan oliguria
atauanuria dan kadang-kadang terjadi aspirasi bahkan muntah. Penderita yang
sadar kembali dari koma, umumnya mengalami disorientasi dan sedikit gelisah.
D.
Komplikasi
a. Solusio plasenta.
b. Hipofibrinogenia.
c. Hemolisis
d. Perdarahan otak.
e. Kelainan mata, kehilangan penglihatan
untuk sementara yang berlangsung sampai 1 minggu, perdarahan kadang-kadang
terjadi pada retina. Hal ini merupakan tanda gawat akan terjadinya apofleksia
serebri.
f. Edema paru.
g. Nekrosis hati.
h. Sindroma help.
i. Kelainan ginjal.
j. Komplikasi lain (lidah
tergigit, trama dan fraktur karena jtuh dan DIC).
k. Prematuritas, dismaturitas dan IUFD.
E.
Prognosis
Kematian ibu berkisar antara 9,8%-25%, sedangkan kematian bayi
pemberian pengobatan , maka gejala perbaikan akan tampak jelas stelah
kehamilannya diakhiri. Segera setelah persalinan berakhhir perubahan
patofisiologik akan segera pula mengalami perbaikan. Diuresis terjadi 12
jam kemudian setelah persalinan. Keadaan ini merupakan tanda
prognosis yang baik, karena hal ini merupakan gejala pertama
penyembuhan. Tekanan darah kembali normal dalam beberapa jam
kemudian.
Eklampsi tidak mempengaruhi kehamilan berikutnya, kecuali pada janin
dari ibu yang sudah mempunyai hipertensi kronik. Prognosis janin pada
penderita eklampsi juga tergolong buruk. Seringkali janin mati
intrauterin atau mati pada fase neonatal karena memang kondisi bayi
sudah sangat inferior.
F.
Faktor Predisposisi.
v Primigravida
v Kehamilan
ganda
v Diabetes
melitus
v Hipertensi essensial
kronik
v Molahida
tidosa
v Hidrops
fetalis
v Bayi besar,
obesitas
v riwayat
pernah menderita preeklampsia atau eklamsia
v riwayat
keluarga pernah menderita preeklampsia atau eklamsia
v Lebih sering
dijumpai pada penderita preeklampsia dan eklampsia.
G.
Penatalaksanaan
Tujuan:
v Menghentikan
atau mencegah kejang.
v Mempertahankan
fungsi organ vital
v Koreksi
hipoksia atau asidosis
v Mengendalikan
tekanan darah dalam batas aman Pengakhiran
v Kehamikan mencegah atau mengatasi penyulit,
khususnya krisis hipertensi, untuk mencapai stabilisasi keadaan ibu seoptimal
mungkin Penatalaksanaan yang dilakukan pada ibu eklampsi:
v Sikap dasar
Semua kehamilan dengan eklampsi
harus diakhiri tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Pertimbangannya
adalah keselamatan ibu. Kehamilan diakhiri bila sudah terjadi stabilisasi
hemodinamika dan metabolisme ibu, cara terminasi dengan prinsip trauma ibu
seminimal mungkin (dr. Handaya, dkk).
v Pengobatan
medikamentosa
Ø Obat anti
kejang:
yang menjadi pilihan pertama
ialahmangnesium sulfat.bila denga jenis obat ini kejang masih sukar di
atasi,dapat dipakai jenis obat lain misalnya tiopental.diazepam dapat dipakai
sebagai altenatif pilihan, namun mengingat dosis yang diperlukan sangat
tinggi,pemberian diazepam hanya dilakukan oleh mereka yang telah berpengalaman.
Ø Magnesium
sulfat (MgSO4)
Pemberian mangnesium sulfat ada
dasar nya sama seperti pemberian mangnesium sulfat pada pre eklampsi
berat.pengobatan suportif terutama ditujukan untuk gangguan fungsi organ –
organ penting,misalnya tindakan tindakan untuk memperbaiki
asidosis,mempertahankan pentilasi paru paru,mengatur tekanan darah, mencegah
dekompensasi kordis.
Ø Perawatan
pada waktu kejang
Pada penderita yang mengalami kejang
tujuan pertama pertolongan ialah mencegah penderita mengalami penderita akibat
kejang –kejang tersebut.dirawat dikamar isolasi cukup terang agar bila terjadi
sinosis segera dapat diatasi segera dapat diketahui.
Hendaknya dijaga agar kepala dan
ekstermitas penderita yang kejang tidak terlalu kuat menghentak hentak benda
kuat disekitarnya selanjutnya masukkan sudap lidah kedalam mulut si penderita
dan jangan mencoba melepas sudap lidah yang sedang tergigit karena dapat
mematah kan gigi.
Ø Perawatan
koma
Tindakan pertama pada penderita koma
adalah menjaga dan mengusaha kan agar jalan nafas atas tetap terbuka.cara yang
sederhana dan cukup efektif dalam menjaga terbukanya jalan nafas atas adalah
dengan manuver tik –neck lift,yaitu kepala direndahkan dan leher dalam posisi
ekstensi kebelakang atau head tilt –chain lift dengan kepala direndahkan dan
dagu ditarik ke atas,atau jau-thrsut,yaitu mandibula kiri kanan diekstensikan
keatas sambil mengangkat kepala kebelakang.kemudian dapat dilanjutkan dengan
pemasangan oropharyngeal airway
v Perawatan
edema paru
Sebaiknya penderita dirawat di ICU karna
membutuhkan perawatan animasi dengan respirator
Ø Pengobatan
obstetrik
Sikap terhadap kehamilan ialah semua
kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri,tanpa memandang umur kehamilan dan
keadaan janin.persalinan diakhiri bila sudah mencapai stabilitas
(pemulihan)hemodinamika dan metabolism ibu. Pada perawatan pasca persalinan,
bila persalinan terjadi pervaginam, monitoring tanda-tanda vital dilakukan
sebagaimana lazimnya.
H.
Asuhan Ibu Dengan Eklampsi
Penatalaksanaan
asuhan pada ibu dengan eklampsi adalah:
v Segera istirahat baring selama ½-1 jam.
Nilai
kembali tekanan darah, nadi, pernafasan, reflek patella, bunyi jantung bayi,
dan dieresis
v Berikan infus terapi anti kejang ( misalnya MgSO4 ) dengan catatan reflek
patella harus (+), pernafasan lebih dari 16 kali per menit serta diuresis baik
(harus sesuai instruksi dokter)
v Ambil contoh darah untuk pemeriksaan laboratorium, seperti : Hb, Ht,
leukosit, LED, ureum, kreatinin, gula darah, elektolit dan urin lengkap.
v Bila dalam 2 jam setelah pemberian obat anti kejang (MgSO4), tekanan darah
tidak turun biasanyadiberikan antihipertensi parenteral atau oral sesuai
instruksi dokter.
v Bila pasien sudah tenang, bisa dinilai keadaan kehamilan pasien dan monitor
DJJ.
v Siapkan alat-alat pertolongan persalinan
v Postpartum boleh diberikan uterotonika dan perinfus.
I.
Sistem Rujukan
§ Batasan
Suatu sistem
pelayanan kesehatan dimana terjadi pelimpahan tanggung jawab timbale balik atas
kasus atau masalah kesehatan yang timbul secara horizontal maupun vertical baik
untuk kegiatan pengiriman penderita,pendidikan,maupun penelitian.
§ Pengertian Operasional
Sistem
rujukan paripurna terpadu merupakan suatu tatanan,dimana berbagai kompenen
dalam jaringan pelayanan kebidanan dapat berinteraksi dua arah timbal balik.
Antara bidan didesa,bidan,dokter puskesmas di pelayanan kesehatan dasar,dengan
para dokter spesialis di RS kabupaten untuk mencapai rasionalisasi penggunaan
sumber daya kesehatan dalam penyelamatan ibu dan bayi baru lahir, yaitu
penanganan ibu beresiko tinggi dengan gawat-opsetrik atau
gawat-darurat-opsetrik secara efisien, efektif, professional, nasional, relevan
dalam rujukan perencana.
§ Rujukan Terencana
Menyiapakan dan merencanakan rujukan
ke rumah sakit jauh-jauh hari bagi ibu resiko tinggi atau risti. Sejak awal
kehamilan di beri KIE. Ada dua macam rujukan terencana yaitu:
a)
Rujukan dini terencana (RDB), untuk ibu dengan APGO dan AGO-Ibu risti masih
sehat belum inpartu, belum ada komplikasi persalinan,. Ibu berjalan sendiri
dengan suami, ke RS naik kendaraan umum dengan tenang, santai, mudah, murah,
dan tidak membutuhkan alat ataupun obat.
b)
Rujukan dalam rahim (RDR), dalam RDB terdapat pengertian RDR atau rujukan uteri
bagi janin ada masalah, janin beresiko tinggi masih sehat, misalnya kehamilan
dengan riwayat opsetrik jelek pada ibu diabetes mellitus, partusprematurus
iminens. Bagi janin, selama pengiriman rahim ibu merupakan alat transportasi
dan incubator alami yang aman, nyaman, hangat, steril, murah, mudah, member
nutrisi dan O2, tetap ada hubungan fisik dan psikis dalam lindungan ibunya.
§ Rujukan Tepat Waktu/RTW
Untuk ibu dengan gawat darurat
opsetrik, pada kelompok FR III AGDO pendarahan antepartum dan preeklamsia
berat/eklapsia dan ibu dengan komplikasi persalinan dini yang dapat terjadi
pada semua ibu hamil dengan atau tanpa FR.
Ibu GDO (emergency obstetric)
membutuhkan RTW dalam penyelamatan ibu atau bayi yang baru lahir.
Rujukan terencana berhasil
menyelamatkan ibu dan bayi baru lahir,pratindakan tidak membutuhkan
stabilisasi, penanganan dengan prosedur standar,alat ,obat generic dengan biaya
murah terkendali.
Rujukan terlambat membutuhkan
stabilisasi,alat,obat dengan biaya mahal,denagn hasil ibu dengan bayi tidak
bisa diselamatkan.
Paket”kehamilan dan persalinan aman
dengan 6 komponen utama,yaitu:
§ Deteksi dini
masalah
§ Prediksi
kemungkinan komplikasi persalinan
§ KIE kepada
ibu hamil,suami,dan keluarga, pelan-pelan menjadi tahu-peduli-sepakat-gerak(
TaPeSeGar),berkembang perilaku kebutuhan persiapan dan perencanaan persalinan
aman/rujukan terencana. Dekat persalinan belum inpartu,ibu dapat berjalan
sendiri dengan naik kendaraan umum berangkat ke RS.
§ Prevensi
proaktif komplikasi persalinan
§ Antisipasi-38
minggu melakukan persiapan/perencanaan persalinan aman
§ Intervensi,
penanganan adekuat dipusat rujukan.
A. Pengertian
Distosia bahu didefinisikan sebagai impaksi (hambatan)
lahirnya bahu bayi setelah lahirnya kepala dan berkaitan dengan peningkatan
insidensi morbiditas dan mortalitas bayi akibat cedera pleksus brachialis dan
asfiksia. Diagnosis ini harus dipikirkan ketika dengan traksi kebawah yang
memadai tidak dapat melahirkan bahu. Tanda distosia bahu lainnya adalah jika
setelah kepala melalui serviks kemudian tampak kepala kembali tertarik balik ke
dalam (turtle sign)
Distosia bahu biasanya terdapat kasus makrosomia.
Resiko nya meningkat 11 kali lipat bayi dengan BB 4000 g dan 22 kali lipat pada
bayi 4500 g. sekitar 50 % kasus terjadi pada bayi dengan BB kurang dari 4000 g.
bayi posterm dan makrosomia beresiko mengvalami distosia bahu karena
pertumbuhan trunkal dan bahu tidak sesuai dengan pertumbuhan kepala pada masa
akhir kehamilan. Faktor resiko lainnya adalah obesitas maternal, riwayat
melahirkan bayi besar, diabetes mellitus, dan diabetes gestational. Distosia
bahu harus dicurigai pada pemanjangan kala II atau pemanjangan fase deselerasi
pada kala I.
Distosia bahu ialah kelahiran kepala janin
dengan bahu anterior macet diatas sacral promontory karena itu tidak bisa lewat
masuk ke dalam panggul, atau bahu tersebut bisa lewat promontorium, tetapi
mendapat halangan dari tulang sacrum (tulang ekor). Lebih mudahnya distosia
bahu adalah peristiwa dimana tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat
dilahirkan setelah kepala janin dilahirkan.
Salah satu kriteria diagnosis distosia bahu adalah
bila dalam persalinan pervagina untuk melahirkan bahu harus dilakukan maneuver
khusus. Spong dkk (1995) menggunakan sebuah kriteria objektif untuk menentukan
adanya distosia bahu yaitu interval waktu antara lahirnya kepala
dengan seluruh tubuh. Nilai normal interval waktu antara persalinan kepala
dengan persalinan seluruh tubuh adalah 24 detik , pada distosia bahu 79 detik.
Mereka mengusulkan bahwa distosia bahu adalah bila interval waktu tersebut > 60
detik.
American College of Obstetrician and
Gynecologist (2002) menyatakan bahwa angka kejadian distosia bahu bervariasi
antara 0.6 – 1.4% dari persalinan normal.
Distosia
ialah kesulitan dalam jalannya persalinan atau dapat didefenisikan Distosia
ialah persalinan atau abnormal yang timbul akibat berbagai kondisi yang
berhubungan dengan lima faktor persalinan, yaitu :
1.
Persalinan disfungsional akibat kontraksi uterus yang efektif atau akibat upaya
mengedan ibu (kekuatan power).
2. Perubahan
struktur pelvis (jalan lahir / passage)
3.
Sebab-sebab pada janin, meliputi kelainan presentasi atau kelainan posisi, bayi
besar dan jumlah bayi (penumpang/passenger).
4. Posisi
ibu selama persalinan dan melahirkan.
5. Respons
psikologi ibu terhadap persalinan yang berhubungan dengan pengalaman, budaya
dan warisannya sistem pendukung.
B. Etiologi
Distosia bahu terutama disebabkan
oleh deformitas panggul, yaitu kegagalan bahu untuk “melipat” ke dalam panggul
(misal : pada makrosomia) disebabkan oleh fase aktif dan persalinan kala II
yang pendek pada multipara sehingga penurunan kepala yang terlalu cepat
menyebabkan bahu tidak melipat pada saat melalui jalan lahir atau kepala telah
melalui pintu tengah panggul setelah mengalami pemanjangan kala II sebelah bahu
berhasil melipat masuk ke dalam panggul.
Faktor-faktor
penyebab dari Distosia bahu bermacam-macam antara lain : kehamilan postern,
paritas wanita hamil dengan diabetes melitus dan hubungan antara ibu hamil yang
makannya banyak bertambah besarnya janin masih diragukan.
C. Patofisiologi
Setelah kelahiran kepala, akan
terjadi putaran paksi luar yang menyebabkan kepala berada pada sumbu normal
dengan tulang belakang bahu pada umumnya akan berada pada sumbu miring
(oblique) di bawah ramus pubis. Dorongan pada saat ibu meneran akan meyebabkan
bahu depan (anterior) berada di bawah pubis, bila bahu gagal untuk mengadakan
putaran menyesuaikan dengan sumbu miring dan tetap berada pada posisi anteroposterior,
pada bayi yang besar akan terjadi benturan bahu depan terhadap simfisis
sehingga bahu tidak bisa lahir mengikuti kepala.
D. Tanda – tanda dan Gejala
1. Pada
proses persalinan normal kepala lahir melalui gerakan ekstensi. Pada distosia bahu
kepala akan tertarik kedalam dan tidak dapat mengalami putar paksi luar yang
normal.
2. Ukuran kepala dan bentuk pipi menunjukkan bahwa bayi gemuk dan besar. Begitu pula dengan postur tubuh parturien yang biasanya juga obese.
3. Usaha untuk melakukan putar paksi luar, fleksi lateral dan traksi tidak berhasil melahirkan bahu.
2. Ukuran kepala dan bentuk pipi menunjukkan bahwa bayi gemuk dan besar. Begitu pula dengan postur tubuh parturien yang biasanya juga obese.
3. Usaha untuk melakukan putar paksi luar, fleksi lateral dan traksi tidak berhasil melahirkan bahu.
E. Komplikasi
1.
Komplikasi Maternal
• Perdarahan pasca persalinan
• Fistula Rectovaginal
• Perdarahan pasca persalinan
• Fistula Rectovaginal
•
Simfisiolisis atau diathesis, dengan atau tanpa “transient femoral neuropathy”
• Robekan
perineum derajat III atau IV
• Rupture Uteri
• Rupture Uteri
2.
Komplikasi Fetal
• Brachial plexus palsy
• Fraktura Clavicle
• Kematian janin
• Hipoksia janin , dengan atau tanpa kerusakan neurololgis permanen
• Fraktura humerus
• Brachial plexus palsy
• Fraktura Clavicle
• Kematian janin
• Hipoksia janin , dengan atau tanpa kerusakan neurololgis permanen
• Fraktura humerus
F. Faktor
Resiko Terjadinya Distosia Bahu
Kelainan bentuk panggul, diabetes gestasional, kehamilan postmature, riwayat persalinan dengan distosia bahu dan ibu yang pendek.
1. Maternal
• Kelainan anatomi panggul
• Diabetes Gestational
• Kehamilan postmatur
• Riwayat distosia bahu
• Tubuh ibu pendek
2. Fetal
• Dugaan macrosomia
3. Masalah persalinan
• Penggunaan alat bantu (forceps atau vacum)
• “Protracted active phase” pada kala I persalinan
• “Protracted” pada kala II persalinan
Distosia bahu sering terjadi pada persalinan dengan tindakan cunam tengah atau pada gangguan persalinan kala I dan atau kala II yang memanjang.
Kelainan bentuk panggul, diabetes gestasional, kehamilan postmature, riwayat persalinan dengan distosia bahu dan ibu yang pendek.
1. Maternal
• Kelainan anatomi panggul
• Diabetes Gestational
• Kehamilan postmatur
• Riwayat distosia bahu
• Tubuh ibu pendek
2. Fetal
• Dugaan macrosomia
3. Masalah persalinan
• Penggunaan alat bantu (forceps atau vacum)
• “Protracted active phase” pada kala I persalinan
• “Protracted” pada kala II persalinan
Distosia bahu sering terjadi pada persalinan dengan tindakan cunam tengah atau pada gangguan persalinan kala I dan atau kala II yang memanjang.
G.
Predisposisi distosia bahu
a) Ibu
mengalami diabetes mellitus.
b) Multipara.
c) Riwayat
penyakit keturunan: diabetes mellitus
d) Ibu
mengalami obesitas.
f) Bayi
besar.
g) Adanya
kesulitan pada riwayat persalinan yang
terdahulu
h) Terjadi
Cephalo Pelvic Dispropotion (CPD) yaitu ketidaksesuaian antara kepala dan
panggul yang diakibatkan karena :
·
Diameter anteroposterior panggul dibawah ukuran normal
·
Abnormalitas panggul sebagai akibat dari infeksi tulang panggul (rakhitis) dan
kecelakaan.
i) Fase
aktif yang lebih panjang dari keadaan normal. Fase aktif yang memanjang
menandakan adanya CPD.
j) Penurunan
kepala sangat lambat atau sama sekali tidak terjadi penurunan kepala.
k) Mekanisme persalinan tidak terjadi rotasi dalam (putar paksi dalam)
sehingga memerlukan tindakan forcep atau vakum. Hal ini menunjukkan adanya CPD
dan mengindikasikan pertimbangan dilaksanakan seksiosesarea.
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Palpasi dan Balotemen: Leopold I : teraba kepala
(balotemen) di fundus uteri
2. Vaginal Toucher : teraba bokong yang lunak dan iregular
3. X-ray : Dapat membedakan dengan presentasi kepala dan
pemeriksaan ini penting untuk menentukan jenis presentasi sungsang dan jumlah
kehamilan serta adanya kelainan kongenital lain
4. Ultrasonografi: Pemeriksaan USG yang dilakukan oleh
operatorberpengalaman dapat menentukan :
1.
Presentasi janin
2. Ukuran
3. Jumlah
kehamilan
4. Lokasi
plasenta
5. Jumlah cairan
amnion
6.
Malformasi jaringan lunak atau tulang janin
I. Penatalaksanaan
Kesigapanpenolongpersalinandalammengatasidistosiabahusangatdiperlukan.
1.
Pertama kali yang harusdilakukanbilaterjadidistosiabahuadalahmelakukantraksicurambawahsambilmemintaibuuntukmeneran.
2.
Lakukanepisiotomi.
Setelahmembersihkanmulutdanhidunganak, lakukanusahauntukmembebaskanbahu
anterior darisimfsis pubis denganberbagaimaneuver :
1.
Tekananringanpadasuprapubic
Dilakukantekananringanpadadaerahsuprapubikdansecarabersamaandilakukantraksicurambawahpadakepalajanin.
Dilakukantekananringanpadadaerahsuprapubikdansecarabersamaandilakukantraksicurambawahpadakepalajanin.
Tekananringandilakukanolehasistenpadadaerahsuprapubicsaattraksicurambawahpadakepalajanin.
2. Maneuver Mc Robert
Tehnikiniditemukanpertama kali olehGonikdkktahun 1983 danselanjutnya William A Mc Robert mempopulerkannya di University of Texas di Houston.Maneuver initerdiridarimelepaskan kaki daripenyanggadanmelakukanfleksisehinggapahamenempelpada abdomen ibuTindakaninidapatmenyebabkan sacrum mendatar, rotasisimfisis pubis kearahkepala maternal danmengurangisudutinklinasi. Meskipunukuranpanggultakberubah, rotasicephaladpanggulcenderunguntukmembebaskanbahudepan yang terhimpit.
Maneuver Mc Robert
Fleksisendilututdanpahasertamendekatkanpahaibupada
abdomen sebaaimanaterlihatpada
(panahhorisontal).Asistenmelakukantekanansuprapubicsecarabersamaan
(panahvertikal)
Analisatindakan Maneuver Mc Robert denganmenggunakan x-ray
Ukuranpanggultakberubah, namunterjadirotasicephalad pelvic sehinggabahu
anterior terbebasdarisimfisis pubis
3. Maneuver Woods ( “Wood crock screw maneuver” )
Denganmelakukanrotasibahu posterior 1800 secara “crock screw”makabahu anterior yang terjepitpadasimfisis pubis akanterbebas.
Denganmelakukanrotasibahu posterior 1800 secara “crock screw”makabahu anterior yang terjepitpadasimfisis pubis akanterbebas.
Maneuver Wood. Tangankananpenolongdibelakangbahu posterior janin.Bahukemudiandiputar
180 derajatsehinggabahu anterior terbebasdaritepibawahsimfisis pubis
4. Melahirkanbahubelakang
4. Melahirkanbahubelakang
A. Operator
memasukkantangankedalam vagina menyusurihumerus posterior
janindankemudianmelakukanfleksilengan posterior atasdidepan dada
denganmempertahankanposisifleksisiku
B. Tanganjanindicekapdanlengandiluruskanmelaluiwajahjanin
C. Lengan posterior
dilahirkan
5. Maneuver Rubin
Terdiridari2 langkah :
(1). Mengguncangbahuanakdarisatusisikesisi lain denganmelakukantekananpada abdomen ibu, bilatidakberhasilmakadilakukanlangkahberikutnyayaitu :
(2). Tanganmencaribahuanak yang paling mudahuntukdijangkaudankemudianditekankedepankearah dada anak. Tindakaniniuntukmelakukanabduksikeduabahuanaksehingga diameter bahu mengecil dan melepaskan bahu depan dari simfisis
Maneuver Rubin II
A. Diameter bahuterlihatantarakeduatandapanah
B. Bahuanak yang paling mudahdijangkaudidorongkearah dada anaksehingga diameter bahumengecildanmembebaskanbahu anterior yang terjepit
6. Pematahanklavikula dilakukandenganmenekanklavikula anterior kearah SP.
7. Maneuver Zavanelli :
· Mengembalikan kepala
kedalam jalan lahir dan anak dilahirkan melalui SC.
· Memutar kepala anak
menjadi occiput anterior atau posterior sesuai dengan PPL yang sudah terjadi.
· Membuat kepala anak
menjadi fleksi dan secara perlahan mendorong kepala kedalam vagina.
8. Kleidotomi :dilakukanpadajaninmatiyaitudengancaramengguntingklavikula.
9. Simfisiotomi.
Hernandez dan Wendell (1990) menyarankanuntukmelakukanserangkaiantindakanemergensiberikutinipadakasusdistosiabahu
8. Kleidotomi :dilakukanpadajaninmatiyaitudengancaramengguntingklavikula.
9. Simfisiotomi.
Hernandez dan Wendell (1990) menyarankanuntukmelakukanserangkaiantindakanemergensiberikutinipadakasusdistosiabahu
1.
Mintabantuan – asisten ,ahlianaesthesidanahlianaesthesi.
2.
Kosongkanvesicaurinariabilapenuh.
3.
Lakukanepisiotomimediolateralluas.
4.
Lakukantekanansuprapubicbersamaandengantraksicurambawahuntukmelahirkankepala.
5.
LakukanmaneuverMc Robert denganbantuan 2 asisten.
Sebagianbesarkasusdistosiabahudapatdiatasidenganserangkaiantindakandiatas.Bilatidak,
makarangkaiantindakanlanjutanberikutiniharusdikerjakan :
1.
Wood corkscrew maneuver
2.
Persalinanbahu posterior
3.
Tehnik-tehniklain yang sudahdikemukakandiatas.
Takada maneuver terbaikdiantara maneuver-maneuver yang
sudahdisebutkandiatas, namuntindakandengan maneuver McRobertsebagaipilihanutamaadalahsangatberalasan.
J. Penanganan umum distosia
bahu :
- Pada setiap persalinan, bersiaplah untukk menghadapi distosia bahu, khususnya
pada persalinan dengan bayi besar.
- Siapkan beberapa orang untuk membantu.
- Pada setiap persalinan, bersiaplah untukk menghadapi distosia bahu, khususnya
pada persalinan dengan bayi besar.
- Siapkan beberapa orang untuk membantu.
“Distosia
bahu tidak dapat diprediksi”
Diagnosis
distosia bahu :
- Kepala janin dapat dilahirkan tetapi tettap berada dekat vulva.
- Dagu tertarik dan menekan perineum.
- Tarikan pada kepala gagal melahirkan bahu yang terperangkap di belakang
simfisis pubis.
- Kepala janin dapat dilahirkan tetapi tettap berada dekat vulva.
- Dagu tertarik dan menekan perineum.
- Tarikan pada kepala gagal melahirkan bahu yang terperangkap di belakang
simfisis pubis.
Penanganan
distosia bahu :
1. Membuat episiotomi yang cukup luas untuk mengurangi obstruksi jaringan lunak
dan memberi ruangan yang cukup untuk tindakan.
2. Meminta ibu untuk menekuk kedua tungkainya dan mendekatkan lututnya
sejauh mungkin ke arah dadanya dalam posisi ibu berbaring terlentang. Meminta
bantuan 2 asisten untuk menekan fleksi kedua lutut ibu ke arah dada.
3. Dengan memakai sarung tangan yang telah didisinfeksi tingkat tinggi :
- Melakukan tarikan yang kuat dan terus-menerus ke arah bawah pada kepala
janin untuk menggerakkan bahu depan dibawah simfisis pubis.
Catatan : hindari tarikan yang berlebihan pada kepala yang dapat
mengakibatkan trauma pada fleksus brakhialis.
- Meminta seorang asisten untuk melakukan tekanan secara simultan ke arah
bawah pada daerah suprapubis untuk membantu persalinan bahu.
Catatan : jangan menekan fundus karena dapat mempengaruhi bahu lebih
lanjut dan dapat mengakibatkan ruptur uteri.
4. Jika bahu masih belum dapat dilahirkan :
- Pakailah sarung tangan yang telah didisinfeksi tingkat tinggi, masukkan tangan
ke dalam vagina.
- Lakukan penekanan pada bahu yang terletak di depan dengan arah sternum
bayi untuk memutar bahu dan mengecilkan diameter bahu.
- Jika diperlukan, lakukan penekanan pada bahu belakang sesuai dengan arah
sternum.
5. Jika bahu masih belum dapat dilahirkan :
- Masukkan tangan ke dalam vagina.
- Raih humerus dari lengan belakang dan dengan menjaga lengan tetap fleksi
pada siku, gerakkan lengan ke arah dada. Ini akan memberikan ruangan
untuk bahu depan agar dapat bergerak dibawah simfisis pubis.
6. Jika semua tindakan di atas tetap tidak dapat melahirkan bahu, pilihan lain :
- Patahkan klavikula untuk mengurangi lebar bahu dan bebaskan bahu depan.
- Lakukan tarikan dengan mengait ketiak untuk mengeluarkan lengan belakang.
1. Membuat episiotomi yang cukup luas untuk mengurangi obstruksi jaringan lunak
dan memberi ruangan yang cukup untuk tindakan.
2. Meminta ibu untuk menekuk kedua tungkainya dan mendekatkan lututnya
sejauh mungkin ke arah dadanya dalam posisi ibu berbaring terlentang. Meminta
bantuan 2 asisten untuk menekan fleksi kedua lutut ibu ke arah dada.
3. Dengan memakai sarung tangan yang telah didisinfeksi tingkat tinggi :
- Melakukan tarikan yang kuat dan terus-menerus ke arah bawah pada kepala
janin untuk menggerakkan bahu depan dibawah simfisis pubis.
Catatan : hindari tarikan yang berlebihan pada kepala yang dapat
mengakibatkan trauma pada fleksus brakhialis.
- Meminta seorang asisten untuk melakukan tekanan secara simultan ke arah
bawah pada daerah suprapubis untuk membantu persalinan bahu.
Catatan : jangan menekan fundus karena dapat mempengaruhi bahu lebih
lanjut dan dapat mengakibatkan ruptur uteri.
4. Jika bahu masih belum dapat dilahirkan :
- Pakailah sarung tangan yang telah didisinfeksi tingkat tinggi, masukkan tangan
ke dalam vagina.
- Lakukan penekanan pada bahu yang terletak di depan dengan arah sternum
bayi untuk memutar bahu dan mengecilkan diameter bahu.
- Jika diperlukan, lakukan penekanan pada bahu belakang sesuai dengan arah
sternum.
5. Jika bahu masih belum dapat dilahirkan :
- Masukkan tangan ke dalam vagina.
- Raih humerus dari lengan belakang dan dengan menjaga lengan tetap fleksi
pada siku, gerakkan lengan ke arah dada. Ini akan memberikan ruangan
untuk bahu depan agar dapat bergerak dibawah simfisis pubis.
6. Jika semua tindakan di atas tetap tidak dapat melahirkan bahu, pilihan lain :
- Patahkan klavikula untuk mengurangi lebar bahu dan bebaskan bahu depan.
- Lakukan tarikan dengan mengait ketiak untuk mengeluarkan lengan belakang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar