Minggu, 17 Mei 2015

NASOGASTRIK TUBE (NGT)



NASOGASTRIC TUBE (NGT)

1.        PENGERTIAN
Nasogastric Tubes (NGT) sering digunakan untuk menghisap isi lambung, juga digunakan untuk memasukan obat-obatan dan makananan. NGT ini digunakan hanya dalam waktu yang singkat. (Metheny & Titler, 2001). Tindakan pemasangan Selang Nasogastrik adalah proses medis yaitu memasukkan sebuah selang plastik ( selang nasogastrik, NG tube) melalui hidung, melewatI tenggorokan dan terus sampai ke dalam lambung. Selang Nasogastrik adalah suatu selang yang dimasukkan melalui hidung ( melewati nasopharynx dan esophagus ) menuju ke lambung. Singkatan untuk Nasogastrik adalah NG. Selangnya disebut selang Nasogastrik.
"Nasogastric" terdiri dari dua kata, dari bahasa Latin dan dari bahasa Yunani, Naso adalah suatu kata yang berhubungan dengan hidung dan berasal dari Latin “nasus”untuk hidung atau moncong hidung. Gastik berasal dari bahasa Yunani “gaster” yang artinya the paunch ( perut gendut ) atau yang berhubungan dengan perut. Istilah “nasogastric” bukanlah istilah kuno melainkan sudah disebut pada tahun 1942.
Selang Nasogastrik atau NG tube adalah suatu selang yang dimasukkan melalui hidung sampai ke lambung. Sering digunakan untuk memberikan nutrisi dan obat-obatan kepada seseorang yang tidak mampu untuk mengkonsumsi makanan, cairan, dan obat-obatan secara oral. Juga dapat digunakan untuk mengeluarkan isi dari lambung dengan cara disedot.

2.        MACAM & UKURAN NGT
a.       Macam-macam NGT :
1)      Selang NGT dari karet
2)      Selang NGT dari bahan plastic 
3)      Selang NGT dari bahan silicon
b.      Ukuran NGT :
1)       Nomor 14-20 untuk ukuran dewasa
2)      Nomor 8-16 untuk anak-anak
3)      Nomor 5-7 untuk bayi.

3.         TUJUAN DAN MANFAAT
a.        Mengeluarkan isi perut dengan cara menghisap apa yang ada dalam lambung(cairan,udara,darah,racun)
b.       Untuk memasukan cairan( memenuhi kebutuhan cairan atau nutrisi)
c.       Untuk membantu memudahkan diagnosa klinik melalui analisa subtansi isi lambung
d.      Persiapan sebelum operasi dengan general anaesthesia
e.       Menghisap dan mengalirkan untuk pasien yang sedang melaksanakan operasi pneumonectomy untuk mencegah muntah dan kemungkinan aspirasi isi lambung sewaktu recovery (pemulihan dari general anaesthesia)

4.        PERSIAPAN ALAT
a.       Slang nasogastrik sesuai ukuran  (ukuran 14-18)
b.       Pelumas/ jelly
c.       Spuit berujung kateter 50 ml
d.      Stetoskop
e.        Lampu senter/ pen light
f.       Klem
g.       Handuk kecil
h.      Tissue
i.        Spatel lidah
j.        Sarung tangan dispossible
k.      Plester
l.        Nierbekken/bengkok
m.    Bak instrumen

5.        PROSEDUR PELAKSANAAN
a.       Cuci tangan dan atur peralatan
b.      Jelaskan prosedur pada pasien
c.       Bantu pasien untuk posisi Fowler
d.      Berdirilah disisi kanan tempat tidur pasien bila anda bertangan dominan kanan(atau sisi kiri bila anda bertangan dominan kiri)
e.       Periksa dan perbaiki kepatenan nasal. Minta pasien untuk bernafas melalui satu lubang hidung saat lubang yang lain tersumbat, ulangi pada lubang hidung yang lain, Bersihkan mukus dan sekresi dari hidung dengan tissue lembab atau lidi kapas. Periksa adakah infeksi
f.       Tempatkan handuk mandi diatas dada pasien.
g.      Persiapkan tissue dalam jangkauan
h.      Gunakan sarung tangan
i.        Tentukan panjang selang yang akan dimasukkan dan ditandai dengan plester.
Tradisional : Ukur jarak dari lubang hidung ke daun telinga, dengan menempatkan ujung melingkar slang pada daun telinga; Lanjutkan pengukuran dari daun telinga ke tonjolan sternum; tandai lokasi di tonjolan sternum dengan plester kecil.
Metode Hanson : Mula-mula ditandai 50 cm pada tube / selang lalu lakukan pengukuran dengan metode tradisional. Selang yang akan dimasukkan pertengahan antara 50 cm dengan tanda tradisional
j.        Minta pasien menengadahkan kepala, masukkan selang ke dalam lubang hidung yang paling bersih
k.      Pada saat anda memasukkan slang lebih dalam ke hidung, minta pasien menahan kepala dan leher lurus dan membuka mulut.
l.        Ketika slang terlihat dan pasien bisa merasakan slang dalam faring, instruksikan pasien untuk menekuk kepala ke depan dan menelan.
m.    Masukkan slang lebih dalam ke esofagus dengan memberikan tekanan lembut tanpa memaksa saat pasien menelan (jika pasien batuk atau slang menggulung di tenggorokan, tarik slang ke faring dan ulangi langkah-langkahnya), diantara upaya tersebut dorong pasien untuk bernafas dalam
n.      Ketika tanda plester pada selang mencapai jalan masuk ke lubang hidung, hentikan insersi selang dan periksa penempatannya:minta pasien membuka mulut untuk melihat slang, Aspirasi dengan spuit dan pantau drainase lambung, tarik udara ke dalam spuit sebanyak 10-20 ml masukkan ke selang dan dorong udara sambil mendengarkan lambung dengan stetoskop jika terdengar gemuruh, fiksasi slang.
o.      Untuk mengamankan slang: gunting bagian tengah plester sepanjang 2 inchi, sisakan 1 inci tetap utuh, tempelkan 1 inchi plester pada lubang hidung, lilitkan salah satu ujung, kemudian yang lain, satu sisi plester lilitan mengitari slang.
p.      Plesterkan slang secara melengkung ke satu sisi wajah pasien.

6.        PEMBERIAN NUTRISI MELALUI NGT
Makanan yang bisa di masukkan lewat NGT adalah makanan cair, caranya adalah sebagai berikut:
a.       Siapakan spuit besar ukuran 50 cc
b.      Siapakan makanan cairnnya ( susu, jus)
c.       Pasang handuk di dada pasien dan siapkan bengkok
d.      Masukkan ujung spuit pada selang NGT dan tetap jaga NGT supata tidak kemasukan udara dengan mengklem.
e.       Masukkan makanan cair pada spuit dan lepaskan klem, posisi spuit harus diatas supaya makanan cairnya bisa mengalir masuk ke lambung.
f.       Jangan mendorong makanan dengan spuit karena bisa menambah tekanan lambung, biarkan makanan mengalir mengikuti gaya gravitasi
g.      Makanan yang di masukkan max 200 cc, jadi jika spuitnya 50 cc maka bisa dilakukan 4 kali
h.      Apabila akan memasukkan makanan untuk yang kedua, jangan lupa mencuci dulu spuit. Jika sudah selesai aliri selang NGT dengan air supaya sisa-sisa makanan tidak mengendap di selang karena bisa mengundang bakteri.
i.        Jika sudah rapikan peralatan

Catatan :
ΓΌ     Posisi Fowler : Pasien duduk setengah tegak (45 – 60 derajat ) , lutut boleh ditekuk atau lurus. Ada 3 jenis posisi fowler :
ΓΌ     High Fowler : Kepala pasien diangkat 80 – 90 derajat
ΓΌ     Semi Fowler : Kepala pasien diangkat 30 – 45 derajat
ΓΌ     Low  Fowler : Kepala pasien diangkat < 30 derajat


PENGERTIAN LUKA



LUKA
1.    Pengertian
Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang.
Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :
a.       Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
b.      Respon stres simpatis
c.       Perdarahan dan pembekuan darah
d.      Kontaminasi bakteri
e.       Kematian sel

2.    Jenis-jenis Luka
Berdasarkan mekanisme terjadinya luka :
a.       Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam. Misal yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura seterah seluruh pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi)
b.      Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
c.       Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
d.      Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
e.       Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau oleh kawat.
f.       Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan melebar.
g.      Luka Bakar (Combustio)

Menurut tingkat Kontaminasi terhadap luka :
a.       Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup (misal; Jackson – Pratt). Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% – 5%.
b.      Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% – 11%.
c.       Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% – 17%.
d.      Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya mikroorganisme pada luka.

Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka, dibagi menjadi :
a.       Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.
b.      Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
c.       Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
d.      Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh-vMkj2wZUgZTbHp5gxRqW83Zx3rLxFA_b6gKNMOEbxHMEyILNR6IC8pUc2BOQMOHtdiU5481K4BYttTOXe-zAhfaolVVaXAO3Stc4OB23X7MMNKMGveByynNr7jXDfShXqEBSkh5t7Q/s200/W1671A.BMP

Menurut waktu penyembuhan luka dibagi menjadi :
a.       Luka akut : yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan yang telah disepakati.
b.      Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen.

3.    Proses Penyembuhan Luka
Tubuh secara normal akan berespon terhadap cedera dengan jalan “proses peradangan”, yang dikarakteristikkan dengan lima tanda utama: bengkak (swelling), kemerahan (redness), panas (heat), Nyeri (pain) dan kerusakan fungsi (impaired function). Proses penyembuhannya mencakup beberapa fase :
a.       Fase Inflamasi
Fase inflamasi adalah adanya respon vaskuler dan seluler yang terjadi akibat perlukaan yang terjadi pada jaringan lunak. Tujuan yang hendak dicapai adalah menghentikan perdarahan dan membersihkan area luka dari benda asing, sel-sel mati dan bakteri untuk mempersiapkan dimulainya proses penyembuhan. Pada awal fase ini kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan keluarnya platelet yang berfungsi sebagai hemostasis. Platelet akan menutupi vaskuler yang terbuka (clot) dan juga mengeluarkan “substansi vasokonstriksi” yang mengakibatkan pembuluh darah kapiler vasokonstriksi. Selanjutnya terjadi penempelan endotel yang akan menutup pembuluh darah. Periode ini berlangsung 5-10 menit dan setelah itu akan terjadi vasodilatasi kapiler akibat stimulasi saraf sensoris (Local sensory nerve endding), local reflex action dan adanya substansi vasodilator (histamin, bradikinin, serotonin dan sitokin). Histamin juga menyebabkan peningkatan permeabilitas vena, sehingga cairan plasma darah keluar dari pembuluh darah dan masuk ke daerah luka dan secara klinis terjadi oedema jaringan dan keadaan lingkungan tersebut menjadi asidosis.
Secara klinis fase inflamasi ini ditandai dengan : eritema, hangat pada kulit, oedema dan rasa sakit yang berlangsung sampai hari ke-3 atau hari ke-4.
b.      Fase Proliferatif
Proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah memperbaiki dan menyembuhkan luka dan ditandai dengan proliferasi sel. Peran fibroblas sangat besar pada proses perbaikan yaitu bertanggung jawab pada persiapan menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan selama proses reonstruksi jaringan.
Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan), pemaparan sel fibroblas sangat jarang dan biasanya bersembunyi di matriks jaringan penunjang. Sesudah terjadi luka, fibroblas akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka, kemudian akan berkembang (proliferasi) serta mengeluarkan beberapa substansi (kolagen, elastin, hyaluronic acid, fibronectin dan proteoglycans) yang berperan dalam membangun (rekontruksi) jaringan baru. Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membentuk cikal bakal jaringan baru (connective tissue matrix) dan dengan dikeluarkannya substrat oleh fibroblas, memberikan pertanda bahwa makrofag, pembuluh darah baru dan juga fibroblas sebagai kesatuan unit dapat memasuki kawasan luka. Sejumlah sel dan pembuluh darah baru yang tertanam di dalam jaringan baru tersebut disebut sebagai jaringan “granulasi”. Fase proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen telah terbentuk, terlihat proses kontraksi dan akan dipercepat oleh berbagai growth faktor yang dibentuk oleh makrofag dan platelet.
c.       Fase Maturasi
Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir sampai kurang lebih 12 bulan. Tujuan dari fase maturasi adalah ; menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan yang kuat dan bermutu. Fibroblas sudah mulai meninggalkan jaringan granulasi, warna kemerahan dari jaringa mulai berkurang karena pembuluh mulai regresi dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut. Kekuatan dari jaringan parut akan mencapai puncaknya pada minggu ke-10 setelah perlukaan. Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan antara kolagen yang diproduksi dengan yang dipecahkan. Kolagen yang berlebihan akan terjadi penebalan jaringan parut atau hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu terbuka.

Luka dikatakan sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan jaringan parut mampu atau tidak mengganggu untuk melakukan aktifitas normal. Meskipun proses penyembuhanluka sama bagi setiap penderita, namun outcome atau hasil yang dicapai sangat tergantung pada kondisi biologis masing-masing individu, lokasi serta luasnya luka. Penderita muda dan sehat akan mencapai proses yang cepat dibandingkan dengan kurang gizi, diserta penyakit sistemik (diabetes mielitus).

4.    Faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
a.       Usia
Semakin tua seseorang maka akan menurunkan kemampuan penyembuhan jaringan
b.      Infeksi
Infeksi tidak hanya menghambat proses penyembuhan luka tetapi dapat juga menyebabkan kerusakan pada jaringan sel penunjang, sehingga akan menambah ukuran dari luka itu sendiri, baik panjang maupun kedalaman luka.
c.       Hipovolemia
Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.
d.      Hematoma
Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang besar hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat proses penyembuhan luka.
e.       Benda asing
Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin, jaringan sel mati dan lekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu cairan yang kental yang disebut dengan nanah (“Pus”).
f.       Iskemia
Iskemi merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.
g.      Diabetes
Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-kalori tubuh.
h.      Pengobatan
1)      Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera
2)      Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan
3)      Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskular.